Trypanosomiasis atau Surra adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh agen
Trypanosoma evansi dan ditularkan melalui gigitan lalat penghisap darah
(haematophagus flies). Agen T. evansi telah tersebar luas di kawasan Asia Tenggara,
Afrika dan Amerika Selatan (Jones TW et al.,1996 ; Powar RM et al., 2006). Pada
wilayah yang berbeda tersebut, parasit ini dapat menyerang berbagai spesies hewan.
Di Amerika Selatan, kasus penyakit Surra paling sering ditemukan pada kuda. Hewan
yang terinfeksi di Cina umumnya kuda, kerbau, dan rusa. Di Timur Tengah dan Afrika
parasit ini menyerang unta, dan di Asia Tenggara penyakit Surra dapat ditemukan pada
kuda, sapi, dan kerbau.
Trypanosoma evansi diperkirakan masuk ke Asia Tenggara melalui ternak impor asal
India (Payne et al., 1991). Kasus penyakit Surra pertama kali dilaporkan di Indonesia
pada tahun 1897 pada populasi kuda di Pulau Jawa. Selanjutnya wabah Surra
dilaporkan terjadi pada sapi dan kerbau di Jawa Timur.
Penyebab
Penyakit Surra disebabkan oleh protozoa yang merupakan parasit darah, yaitu
Trypanosoma evansi. Parasit ini dapat ditemukan di dalam sirkulasi darah pada fase
infeksi akut. T. evansi memiliki ukuran panjang 15 to 34 μm dan dapat membelah
(binary fission) untuk memperbanyak diri. Bentuknya yang khas seperti daun atau
kumparan dicirikan dengan adanya flagella yang panjang sebagai alat gerak. Di bagian
tengah tubuh terdapat inti. Salah satu ujung tubuh berbentuk lancip, sedangkan ujung
tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang disebut kinetoplast.
Sifat Agen
Trypanosoma evansi merupakan parasit yang bersirkulasi dalam sistem peredaran
darah. Parasit ini mengambil glukosa sebagai sumber nutrisinya sehingga apabila
hewan terinfeksi tidak memperoleh asupan nutrisi yang baik maka akan terjadi
penurunan kadar gula dalam darah. Kemampuan T. evansi menghasilkan racun
(trypanotoxin) dan melisiskan sel darah merah akan berujung kepada kondisi anemia
pada hewan inang (host).
T. evansi tidak mampu bertahan hidup lama, baik di lingkungan maupun pada bangkai
hewan (OIE, 2009). Parasit ini hanya mampu hidup kurang dari 1 jam di dalam karkas
pada temperatur ruang. Di lingkungan, ekspos terhadap sinar matahari selama 30 menit
akan mematikan trypanosoma. Pada peralatan yang terkontaminasi darah segar,
trypanosoma dapat bertahan dalam waktu singkat, kemudian mati setelah darah
menjadi kering.
Kondisi imunosupresi
penurunan daya tahan tubuh yang parah dapat terjadi pada
infeksi olehagen Trypanosoma evansi. Akibatnya hewan inang menjadi lebih rentan
terhadap infeksi sekunder. Respon imun tubuh inang untuk membentuk antibodi pasca
vaksinasi juga mengalami penurunan. Program vaksinasi penyakit viral atau bakterial
pada hewan yang terinfeksi T. evansi harus ditunda hingga kondisi ternak membaik
setelah diberikan pengobatan trypanosidal.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak pada hewan bervariasi tergantung pada keganasan/virulensi
agen T. evansi, jenis hewan (host) yang terinfeksi dan faktor lain yang dapat
menimbulkan stress. Lama waktu antara awal infeksi dan munculnya gejala klinis (masa
inkubasi) bervariasi, rata – rata 5 sampai 60 hari pada infeksi akut. Akan tetapi penyakit
Surra umumnya berlangsung kronis (chronic infection) dengan angka kematian yang
rendah sehingga pernah dilaporkan masa inkubasi yang lebih lama yaitu 3 bulan.
Setelah masa inkubasi, dalam waktu kurang dari 14 hari akan ditemukan parasit yang
beredar dalam sirkulasi darah (parasitemia).
Manisfestasi klinis penyakit Surra dapat berupa gejala demam berulang (intermiten)
akibat parasitaemia. Parasitemia sangat tinggi variasinya selama masa infeksi: tinggi
pada awal infeksi, rendah selama infeksi berjalan kronis dan hampir tidak ada pada
hewan pembawa agen (carrier).
Gejala lain diantaranya penurunan berat badan, pembengkakan limfonodus
prescapularis kiri dan kanan, kelemahan otot tubuh, oedema pada anggota tubuh
bagian bawah seperti kaki dan abdomen, urtikaria pada kulit, perdarahan titik (petechial
haemorrhages) pada membran serous kelopak mata, hidung dan anus, keguguran
(abortus), dan gangguan syaraf. Penurunan imunitas tubuh (imunosupresi) juga ditemui
sehingga hewan inang menjadi rentan terhadap infeksi sekunder.
Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan pasca hewan mati (post-mortem examination), perubahan patologi
anatomi yang ditemukan umumnya tidak spesifik. Pada hewan yang mati dapat diamati
kondisi kekurusan (emaciation), perdarahan titik (petechial haemorrhages) pada
beberapa organ internal, penumpukan cairan abnormal baik pada rongga dada
(hydrothorax) maupun pada rongga perut (ascites), kelenjar pertahanan/limfonodus dan
organ limpa tampak lebih besar daripada ukuran normal (lymphadenopathy dan
splenomegaly).
Pengujian Laboratorium
Dikarenakan gejala klinis infeksi T. evansi tidak bersifat khas (patognomonis), maka
pemeriksaan gejala klinis sebaiknya juga ditunjang dengan pengujian di laboratorium
untuk konfirmasi agen penyebab. Uji parasit, uji serologi dan uji molekuler merupakan
teknik pengujian yang digunakan untuk diagnosis konfirmatif di laboratorium.
Uji parasit diantaranya pemeriksaan haematologi (mikroskopik), microhematocrit
centrifugation technique (MHCT) dan mouse inoculation test (MIT). Uji serologi dapat
dilakukan dengan metode card agglutination test for trypanosomes (CATT) dan
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), sedangkan uji molekuler menggunakan
polymerase chain reaction (PCR).
Pengambilan dan Pengiriman Sampel
Untuk keperluan pengujian laboratorium, sampel yang dapat diambil antara lain sampel
darah utuh (dengan heparin atau EDTA), ulas darah, serum, sampel jaringan (misalnya
otak, jantung, paru-paru, limpa, sum-sum tulang) yang difiksasi dalam formalin.
Sampel darah diperoleh dari pembuluh vena perifer antara lain vena pada bagian
telinga atau ekor. Pengambilan sampel darah sebaiknya dilakukan pada saat hewan
mengalami demam dimana pada saat itu terjadi parasitemia tinggi di dalam sirkulasi
darah. Sedangkan untuk pemeriksaan serologis, sampel darah dapat diambil dari
pembuluh vena besar seperti vena pada daerah leher (vena jugularis).
Sebelum pengambilan sampel darah, dipastikan dulu bahwa ujung jarum suntik telah
disterilkan dengan alkohol. Pengambilan darah disarankan menggunakan satu suntikan
(syringe) atau satu tabung koleksi darah (blood collection tube) untuk satu ekor hewan
untuk mencegah penularan silang.
Sampel darah utuh dan sampel serum harus disimpan pada suhu dingin (4oC) di dalam
wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari cahaya dan pada saat pengiriman jangan
dibekukan (frozen). Parasit T. evansi dapat bertahan selama 48 jam di dalam sampel
darah pada suhu dingin (refrigerated blood) selama 48 jam (Reid et al., 2001). Preparat
ulas darah dapat disimpan pada suhu ruang di dalam wadah kantong plastik. Dalam hal
pengiriman, semua sampel harus menggunakan wadah yang tidak bocor (leakproof
containers) dan tetap menggunakan prinsip rantai dingin (cold chain). Setiap sampel
yang dikirimkan ke laboratorium harus disertai dengan keterangan yang memadai.
PENGENDALIAN PENYAKIT SURRA
Upaya yang perlu dilakukan untuk pengendalian terhadap penyakit Surra yaitu dengan
menekan vector lalat Tabanus di sekitar kandang ternak. Cara efektif adalah menjaga
lingkungan kandang tetap bersih dari limbah pakan ternak yang menumpuk disekitar
kandang dan melakukan control lalat dengan obat anti lalat. Obat anti lalat yang
beredar di pasaran antara lain Gusanex, Ralat, dll.
Tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap penderita Surra dengan preparat obat
Naganol, Surramin (tidak beredar lagi di Indonesia) Triponyl, Trypamidium, Vetquin.
Agar efektif pengobatan kasus positif Surra dilakukan pengobatan 2(dua) kali interval 1
minggu dan untuk pencegahan dapat dilakukan pengobatan 1 (satu) kali di lingkungan
ternak yang ada kasus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar